PENDAHULUAN
Di dalam bahasa
Indonesia, untuk syari’at Islam, sering, dipergunakan istilah hukum syari’at
atau hukum syara’ untuk fikih Islam dipergunakan istilsh hukum fikih
atau kadang-kadang Hukum Islam. Dalam praktek seringkali, kedua istilah
itu dirangkum dalam kata hukum Islam, tanpa menjelaskan apa yang dimaksud. Ini
dapat dipahami karena hubungan ke duanya memang sangat erat, dapat dibedakan,
tetapi tidak mungkin dicerai pisahkan. Syari’at adalah landasan fikih adalah
pemahaman tentang syari’at.
Oleh karena itu seorang ahli hukum
di Indonesia harus dapat membedakan mana hukum islam yang di sebut (hukum
syari’at) dan mana pula hukum Islam yang disebut dengan (hukum fikih).
Ungkapan bahwa hukum Islam adalah hukum suci, hukum Tuhan, syariah Allah,
dan semacamnya, sering dijumpai. Juga demikian yang beranggapan bahwa hukum
Islam itu pasti benar dan diatas segala-galanya, juga tidak jarang kita dengar.
Disini tampak tdak adana kejelasan possi dan wilayah
antara istilah hukum Islam dan syariah Allah dalam arti
konkritnya adalah wahyu yang murni yang posisinya diluar jangkaan manusia.
Sumber utama hukum islam adalah
al-qur’an, maka hukum islam berfungsi sebagai pemberi petunjuk, pemberi pedoman
dan batasan terhadap manusia. Jika sesuatu itu haram, maka hukum islam
berfungsi sebagai pemberi petunjuk bahwa hal tersebut tidak boleh
dikerjakan, sebaliknya jika sesuatu itu wajib maka haruslah dikerjakan.. dengan
istilah lain ketentuan hukum islam itu berarti hasil ijtihad fuqaha dalam
menjabarkan petunjuk dari wahyu itu. Namun yang terjadi selama ini
seolah-olah hukum islam itu merupakan seperangkat aturan dan batasan yang sudah
mati, sehingga selalu terkesan pasif. Akhirnya hukum islam menimbulkan kesan
menakutkan bagi masyarakat sekitarnya, padahal hukum
islam itu harus bersifat aktif.
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Hukum Islam
Istilah
hukum Islam sendiri terdiri dari dua suku kata yang berasal dari bahasa Arab
yakni kata hukum dan kata Islam. Kata hukum berarti ketentuan dan ketetapan.
Sedangkan kata Islam terdapat dalam Al-Qur’an, yakni kata benda yang berasal
dari kata kerja “salima” selanjutnya menjadi Islam yang berarti kedamaian,
kesejahteraan, keselamatan, atau penyerahan (diri) dan kepatuhan. Sehingga
dapat ditarik kesimpulan bahwa hukum Islam secara etimologis adalah segala
macam ketentuan atau ketetapan mengenai sesuatu hal di mana ketentuan itu telah
diatur dan ditetapkan oleh Agama Islam
Secara sederhana hukum adalah “Seperangkat
peraturan tentang tingkah laku manusia yang diakui sekelompok masyarakat;
disusun orang-orang yang diberi wewenang oleh masyarakat itu; berlaku mengikat,
untuk seluruh anggotanya”.
Bila definisi ini dikaitkan dengan
Islam atau syara’ maka hukum Islam berarti: “Peraturan yang mempunyai kekuatan
yang mengikat, baik di dunia maupun di akhirat yang berdasarkan wahyu Allah SWT
(Al-Qur’an) dan sunah Rasulullah SAW (Al-Hadits) tentang tingkah laku manusia
yang dikenai hukum yang diakui dan diyakini mengikat semua yang beragama
Islam”.
Secara lebih rinci, Hukum Islam
adalah ketetapan yang telah ditentukan oleh Allah SWT berupa
aturan dan larangan bagi umat muslim.
Kata syari’ah berarti jalan yang lurus, jalan yang
tidak berkelok-kelok. Kemudian penggunaan kata syari’ah ini bermakna peraturan,
adat kebiasaan, undang-undang dan hukum.
Syari’ah islam berarti segala peraturan agama yang di
tetapkan Allah untuk umat islam, baik dari Al-Qur’an maupun dari sunnah
Rasulullah saw. yang berupa perkataan, perbuatan ataupun takrir (penetapan atau
pengakuan).
Pengertian tersebut meliputi ushuluddin (pokok-pokok
agama), yang menerangkan tentang keyakinan kepada Allah berserta
sifat-sifatnya, hari akhirat dan sebagainya, yang semuanya dalam pembahasan
ilmu tauhid atau ilmu kalam. Ia juga mencakup kegiatan-kegiatan manusia yang
mengarah kepada pendidikan jiwa dan keluarga serta masyarakat. Demikian pula
tentang jalan yang akan membawanya kepada kehidupan yang sejahtera dan bahagia.
Ini semuanya termasuk dalam pembahasan ilmu akhlak.
Syariah itu meliputi hukum-hukum Allah bagi seluruh
perbuatan manusia tentang halal, haram makruh, sunnah dan mubah pengertian
inilah yang kita kenal ilmu fiqih.
B. Ruang
Lingkup Hukum Islam
Ruang lingkup hukum Islam
diklasifikasi ke dalam dua kelompok besar, yaitu:
1. Hukum ibadah, yaitu hukum yang
mengatur dan menjelaskan tentang hubungan manusia dengan Allah, yaitu shalat, puasa,
zakat, haji, quban, khitan, dll.
2.
Hukum Muamalah (kemasyarakatan), yaitu
hukum yang mengatur hubungan manusia dengan manusia serta sesamanya.
Hukum yang berkaitan dengan hukum
muamalah antara lain sebagai berikut:
a. Jinayat, yaitu segala
ketentuan hukum mengenai tindak pidana atau
perbuatan kriminal, di antaranya qishash, diyat, kifarat, dan pembunuhan.
b. Hudud, yaitu hukuman-hukuman tertentu yang
ditetapkan oleh syara’ sebagai sanksi hukum terhadap perbuatan kejahatan selain
pembunuhan dan penganiayaan, seperti hukuman terhadap orang yang berzina,
mencuri, perampok, bughah, qadzaf, minum-minuman keras, dll.
c. Muamalat, yaitu mengatur
masalah kebendaan dan hak-hak atas benda, tata hubungan manusia dalam soal
jual-beli, sewa menyewa, pinjam meminjam, pengalihan utang, perserikatan
dagang, dan sebagainya.
d. Munakahat, yaitu hukum yang mengatur
tentang perkawinan dan perceraian serta akibatnya seperti iddah, nasab, nafkah,
waris, dll.
e.
Fara’id,
yaitu hukum yang mengatur segala masalah yang berhubungan dengan pewaris, ahli
waris, harta peningglan serta pembagian warisan.
f.
Mukhasamat, yaiu hukum yang mengatur
tentang peradilan, pengaduan dan pembuktian, yaitu hal-hal yang berkaitan
dengan hukum acara perdata dan hukum acara pidana.
g. Siyar, yaitu hukum yang mengatur
mengenai urusan jihad atau perang, harta rampasan perang, perdamaian
h.
Khilafah,
yaitu hukum ketatanegaraan.
i.
Khiyar,
yaitu hukum tentang perdagangan.
j.
Udhiyah,
yaitu hukum tentang penyembelihan hewan, dan makanan.
k.
Dualiyah,
yaitu hukum tentang hubungan antarbangsa.
Prinsip-Prinsip Hukum Islam
1.
Prinsip Akidah,
yang
tertuang ke dalam 5 rukun Islam dan 6 rukun Iman yang harus diterapkan oleh
setiap muslim dalam kehidupannya. Sehingga pelakunya senantiasa dilandasi
dengan akidah Islamiyah termasuk dalam aktivitas penegakan, kegiatan
iqtishadiyyah (ekonomi), kegiatan politik, pendidikan, dan lainnya.
2.
Prinsip Ibadah,
yang
dimaknakan secara luas bukan semata ibadah mahdlah (shalat, puasa, zakat,
sedekah, haji, dll), melainkan juga meliputi aktivitas muamalah al-makhluqiyyah
(hubungan interaksional ke seluruh makhluk) termasuk di dalamnya hubungan
hukum, iqtishay (kegiatan bisnis), politik, budaya, pendidikan, keluarga, dan
lainnya.
3.
Prinsip Syariah (hukum),
dengan
prinsip ini menunjukkan segala aktivitas manusia senantiasa dikembalikan kepada
ketentuan syariah sebagai dasar utamanya, sehingga kesyariahannya dapat terukur
dan teruji.
4.
Prinsip Tazkiyah (kesucian),
yang
mengandung makna sesungguhnya Allah itu Maha Suci dan hanya akan menerima yang
suci pula, innallaha tayyibun Ia yaqbalu illa tayyiban.
5. Prinsip Khilafah
(Kepemimpinan),
yang
terkandung di dalamnya sejumlah sifat nubuwwah seperti shiddiq (kejujuran),
amanah (bertanggung jawab), fathonah (cerdas), tablieg
(komunikatif/profesianal). Selain itu juga berlandaskan pada akhak, ukhuwah,
dan insaniyah (humanistik), sehingga tidak terjadi eksploitasi antara satu
dengan yang lainnya.
6.
Prinsip Milkullah (pemilikan mutlak
hanya ada ditangan Allah SWT),
makna
kepemilikan pada manusia hanya bersifat penguasaan/pengelolaan sebagai amanah
dari Allah SWT, walillahi mulku assamawati wal ardhi (Pada Allahlah kepemilikan
segala isi langit dan bumi).
7.
Prinsip A’dalah (keadilan),
didalamnya
terbangun perilaku yang adil dalam menempatkan sesuatu secara proporsional,
mengandung persamaan dan kebersamaan sebagai lawan dari kezhaliman.
8.
Prinsip Keseimbangan (al-Wustha),
yang
mengandung makna at-tawazhun suatu kemampuan dan sebagai tuntutan untuk
senantiasa menyeimbangkan antara kepentingan dunia dan akhirat, kepentingan
individu dan jamaah, antara lahiriyah dan bathiniah.
9. Prinsip
Kemaslahatan (al-Maslahah),
bahwa
dalam menjalankan segala aktivitas dan usahanya pada intinya memberikan
maslahat (skala prioritas), berupa kemanfaatan dan kegunaan kepada semua elemen
dan di dalamnya tidak semaksimal mungkin menghindarkan kemudharatan bagi salah
satu pihak termasuk juga pihak lainnya serta aman terhadap lingkungan.
Beberapa Aplikasi Asas/Prinsip Hukum
Islam antara lain sebagai berikut:
1.
Tidak memberatkan dan tidak
banyaknya beban,
Dengan prinsip ini menunjukkan bahwa
ketentuan-ketentuan hukum Islam itu mudah dilaksanakan karena tidak banyak
memberi beban sehingga tidak merepotkan, sesuai dengan firman Allah SWT:
لاَ يُكَلِّفُ اللهُ نَفْسًا إِلاَّ
وُسْعَهَا...
Artinya: “Allah tidak membebani
seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya.” (QS. Al-Baqarah[2]: 286)
Misalnya dalam hal Ibadah:
a.
Sholat hanya diwajibkan dilakukan 5
(lima) kali sehari semalam
b. Puasa hanya diwajibkan sebulan penuh dalam
satu tahun
c.
Zakat hanya diwajibkan bagi orang yang
mempunyai kelebihan harta benda dengan jumlah zakat, 10%, 5%, atau 2 ½%
d. Menunaikan ibadah haji hanya diwajibkan
sekali seumur hidup bagi mereka yang mampu.
Dalam lapangan muamalat terdapat
pula ketentuan-ketentuan hukum yang meringankan, misalnya dalam lapangan
jual-beli sesungguhnya cukup dengan persetujuan belaka (bersifat konsensius).
2.
Menyedikitkan beban
Al-Qur’an
memberikan keringanan kepada umat manusia dalam masalah ibadah yang disebut
dengan rukhsah. Ada beberapa rukhsah dalam ibadah, diantaranya:
a. Menjamak dan
mengqasar (meringkas) shalat ketika dalam perjalanan dengan syarat-syarat
tertentu
b.
Diperbolehkannya
tidak berpuasa dalam perjalanan
c.
Bertayammum
sebagai pengganti wudlu
d.
Memakan
makanan yang haram dalam keadaan darurat
3.
Penetapan hukumnya secara berangsur-angsur
Hukum Islam tidak diturunkan
sekaligus, tetapi secara berangsur- angsur. Al-Qur’an sebagai sumber pokok
hukum Islam tidak diturunkan sekaligus dan lengkap, tetapi diturunkan secara
berangsur-angsur, surah demi surah, Ayat demi Ayat.
Tujuan Hukum Islam
Adalah aturan yang
dijalankan untuk memenuhi kepentingan, kebahagiaan, kesejahteraan, dan
keselamatan hidup manusia di dunia ini dan di akhirat dengan mengambil segala
manfaat dan mencegah mudarat atau keburukan yang tidak berguna bagi kehidupan.
Sumber-Sumber Hukum Islam
1.
Al-Qur’an,
adalah kumpulan wahyu ilahi yang
disampaikan kepada nabi Muhammad SAW dengan perantara malaikat jibril untuk
mengatur hidup dan kehidupan umat Islam pada khususnya dan umat manusia pada
umumnya.
2.
Hadits atau sunnah,
adalah segala apa yang datangnya
dari Nabi Muhammad, baik berupa segala perkataan yang telah diucapkan, perbuatan
yang pernah dilakukan pada masa hidupnya ataupun segala hal yang dibiarkan
berlaku.
3.
Ijma’,
adalah kesepakatan para ulama
(cendikiawan muslim) dalam menetapkan suatu masalah dengan cara bersidang
(musyawarah). Contoh ijma’ di zaman sahabat adalah keputusan untuk mengumpulkan
ayat-ayat Al-Qur’an yang masih berserakan kemudian membukukannya sebagai mushaf seperti Al-Qur’an sekarang ini.
4.
Qiyas (analogi),
menganalogikan hukum/masalah
tertentu dengan hukum/masalah yang lain yang memiliki kesamaan sifat. Setiap yang memabukkan itu haram, seperti khamar.
Firman Allah SWT dalam Surah Al-Maidah ayat 90:
يآَيُّهَاالَّذِيْنَ اَمَنُؤآ اِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ
وَالْاَنْصاَبُ وَالْاَزْلاَمُ رِجْسٌ مِّنْ عَمَلِ الشَّيْطنِ فَاجْتَنِبُوْهُ
لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ .
Artinya:
“Wahai orang-orang yang beriman! Sesungguhnya minuman keras, berjudi,
(berkurban untuk berhala, dan meng-undi nasib dengan anak panah, adalah
perbuatan keji dan termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah (perbuatan-perbuatan)
itu agar kamu beruntung.” (QS. Al-Maidah[5]: 90)
Minuman yang memabukkan seperti
minuman yang mengandung alcohol (brendy, wisky, bahkan narkoba seperti ganja,
heroin, morfin, ekstasi, syabu-syabu) adalah haram hukunya. Walaupun secara
eksplisit tidak tertulis dalam Al-Qur’an, tetapi mereka memiliki sifat yang
sama, yakni memabukkan.
C.
Syari’ah
dan Fiqih
1.
Syari’ah
Pengertian syariah bersifat luas
mencakup seluruh tatanan nilai dan norma dalam kehidupan Islam yang menyangkut
keimanan atau akidah yang benar (al-i’tiqadiyyah), amal perbuatan manusia (al-‘amaliyyah),
maupun akhlak (al-akhlaqiyyah) yang menggambarkan keseluruhan ajaran Islam.
Dilihat dari
segi ilmu hukum, syari’ah merupakan dasar-dasar hukum yang ditetapkan Allah
melalui Rasul-Nya, yang wajib diikuti oleh orang Islam berdasarkan iman
yang berkaitan dengan akhlak, baik dalam hubunganya dengan Allah maupun dengan
sesama manusia dan benda dalam masyarakat.
Dasar-dasar hukum ini dijelaskan dan atau
dirinci lebih lanjut oleh Nabi Muhammad sebagai Rosul-Nya. Karena itu, syari’ah
terdapat didalam Al-Qur’an dan di dalam kitab kitab Al-Hadits.
a.
Al-Qur’an
Secara bahasa, Al-Qur’an adalah
bacaan. Sedangkan menurut istilah, Al-Qur’an adalah firman Allah yang
diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW dan membacanya adalah ibadah. Al Quran
terdiri dari 30 Juz, 114 surat, 6.236 ayat, 323.015 huruf dan 77.439 kosa kata. Al-Qur’an memiliki kedudukan sebagai
sumber Hukum Islam yang pertama dan utama serta petunjuk bagi orang yang
bertakwa. Hal ini dijelaskan dalam Al-Qur’an Surah An-Nisa ayat 105.
اِنَّآ اَنْزَلْنَآ اِلَيْكَ الْكِتبَ بِاالْحَقِّ
لِتَحْكُمَ بَيْنَ النَّاسِ بِمَآ اَرىكَ اللهُ، وَلاَتَكُنْ لِلْخَآئِنِيْنَ
خَصِيْمًا.
Artinya:
“Sungguh, Kami telah menurunkan Kitab (Al-Qur’an) kepadamu (Muhammad) membawa
kebenaran, agar engkau mengadili antara manusia dengan apa yang telah diajarkan
Allah kepadamu, dan janganlah engkau menjadi penen'tang (orang yang tidak
bersalah), karena (membela) orang yang berkhianat.” (QS. An-Nisa[4]: 105)
Fungsi
Al-Qur’an, yaitu:
– Al-Qur’an
sebagai pedoman hidup manusia.
1)
Al-Qur’an itu tidak lain hanyalah
peringatan bagi seluruh umat
2)
Al-Qur’an merupakan petunjuk dan
rahmat bagi yang mengimaninya
3)
Al-Qur’an membawa kebenaran yang
tidak diragukan lagi untuk petunjuk hidup manusia agar manusiatidak tersesat
4)
Al-Qur’an adalah penerang dan
petunjuk bagi orang yang bertakwa
5)
Al-Qur’an adalah sumber informasi
untuk menjelaskan sesuatu
6)
Al-Qur’an menjadi petunjuk dan
rahmat bagi orang yang berbuat kebaikan
7)
Al-Qur’an sebagai penawar/obat yaitu
penawar jiwa dari kegelisahanatau cobaan/ujian.
– Al-Qur’an
berfungsi sebagai bahan/materi syi’ar/dakwah Nabi/Rasul.
b.
Hadits
Secara bahasa, Hadits adalah segala
sesuatu yang datang dari Nabi Muhammad SAW selain Al-Qur’an, baik berupa
perkataan, perbuatan yang dijadikan sebagai dalil hukum syari’at. Hadits
merupan Sumber Hukum Islam kedua dan utama.
...وَمَا اتكُمُ
الرَسُوْلُ فَخُذُوْهُ وَمَا نَهكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوْا، وَاتَّقُوا اللهَ،
اِنَّ اللهَ شَدِيدُ العِقَابِ.
Artinya: “Apa yang diberikan Rasul kepadamu
maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah. Dan
bertakwalah kepada Allah. Sungguh, Allah sangat keras hukuman-Nya.” (QS. Al-Hasyr[59]:
7)
Fungsi Hadits terhadap Al-Qur’an:
– Memperkuat
hukum yang telah ditetapkan Al-Qur’an
– Sebagai
penjelasan/perincian ayat-ayat Al-Qur’an yang masih bersifat umum
– Menetapkan
hukum-hukum yang tidak terdapat di dalam Al-Qur’an
– Penerapan
akhlak Nabi Muhammad SAW (Al-Qur’an) untuk diteladani oleh umat manusia.
Pembagian Hadits, diantaranya:
– Hadits
Qauliyah, yaitu semua perkataan Rasulullah SAW
– Hadits
Fi’liyah, yaitu hadits atas dasar perilaku (perbuatan) Raslullah.
– Hadits
Taqririyah, yaitu persetujuan Rasulullah SAW terhadap pernyataan dan perbuatan
para sahabatnya.
2.
Fiqih
Fiqih adalah mengetahui sesuatu
memahaminya dan menanggapnya dengan sempurna. Ilmu fiqih adalah ilmu yang menentukan dan menguraikan norma-norma
dasar dan ketentuan-ketentuan umum yang terdapat di dalam Al-Qur’an dan Sunnah
Nabi Muhammad yang direkam dalam kitab-kitab Hadits.
Dengan kata lain, ilmu fiqih, adalah
ilmu yang memahami hukum-hukum yang terdapat di dalam Al-Qur’an dan Sunnah nabi
Muhammad untuk diterapkan pada perbuatan manusia yang
telah dewasa yang sehat akalnya yang berkewajiban melaksanakan hukum
islam. Pengertian fiqh yang demikian kemudian berkembang menjadi berarti ilmu
agama.
Dalam fiqih lebih identik dengan
konsep etika agama, dalam hal ini Islam yakni ciri utamanya adalah
terwujudnya kandungan nilai ibadah yang syarat dengan pahala dan siksa dan
berkonsekuensi akhirat.
Fiqih juga memuat pembahasan beberapa
ketentuan sanksi terhadap tindak criminal, bagian-bagian hukum waris
(mawaris), hukum perkawinan (munakahat), hukum perdagangan, hukum pidana
(jinayah) dan lain-lain.
D.
Ibadah
Pengertian-pengertian ibadah adalah
sebagai berikut:
1.
Ibadah adalah taat kepada Allah
dengan melaksanakan perintah-perintah-Nya (yang digariskan) melalui lisan para
Rasul-Nya.
2.
Ibadah adalah merendahkan diri
kepada Allah, yaitu tingkatan ketundukan yang paling tinggi disertai dengan
rasa mahabbah (kecintaan) yang paling tinggi.
3.
Ibadah adalah sebutan yang mencakup
seluruh apa yang dicintai dan diridhai Allah, baik berupa ucapan atau
perbuatan, yang dzahir maupun bathin.
Ibadah itu terbagi menjadi
ibadah hati, lisan dan anggota badan. Rasa khauf (takut), raja’ (mengharap),
mahabbah (cinta), tawakkal (ketergantungan), raghbah (senang) dan rahbah
(takut) adalah ibadah qalbiyah (yang berkaitan dengan hati). Sedangkan shalat,
zakat, haji, dan jihad adalah ibadah badaniyah qalbiyah (fisik dan hati).
Hukum-Hukum
Ibadah
Dapat kita pahami bahwa ibadah adalah mengerjakan segala
sesuatu yang diperintahkan oleh Allah seperti amalan wajib dan sunat dan
menjauhi segala yang dilarang oleh-Nya seperti haram dan makruh. Dengan
demikian hukum melaksanakan Ibadan ada empat, yaitu: wajib, sunah, haram, dan makruh.
1.
Wajib,
yaitu
tuntutan yang pasti dari Allah untuk dilaksanakan. Jika dipatuhi mendapat
pahala dan jika tidak dipatuhi ia berdosa. Perbuatannya disebut wajib atau
fardu. Seperti shalat, puasa, zakat, haji yang tertuang dalam Surah
Al-Baqarah ayat 43.
وَاَقِيْمُوا الصَلوةَ وَاتُوا
الزَّكوةَ وَارْكَعُوْا مَعَ الرَّكِعِيْنَ.
Artinya: “Dan laksanakanlah shalat, tunaikanlah zakat, dan
rukuklah beserta orang yang rukuk.” (QS. Al-Baqarah[2]: 43)
Hukum
wajib terbagi kedalam beberapa bagian, yaitu:
–
Wajib syari, yaitu
ketetapan/ketentuan yang harus dipatuhi, jika ditinggalkan berdosa
–
Fardu ‘ain (wajib ‘ain), yaitu
kewajiban yang harus dipatuhi oleh setiap muslim (individu) yang sudah mukallaf
(dewasa), seperti melaksanakan Rukun Islam
– Fardu kifayah (wajib kifayah), yaitu
kewajiban yang tidak harus dilakukan oleh setiap muslim dalam suatu masyarakat.
Tetapi cukup diwakili oleh beberapa orang muslim saja. Misalnya mengurusi
jenazah dan menjawab salam dari seseorang
–
Wajib aqli, yaitu suatu ketetapan
hukum yang harus diyakini kebenarannya karena masuk akal (rasional)
–
Wajib muaiyyah, yaitu suatu
keharusan yang telah ditetapkan jenis tindakannya. Misalnya keharusan berdiri
bagi yang sanggup/kuasa di waktu shalat
– Wajib mukhayar, yaitu suatu
kewajiban yang boleh dipilih salah satu dari bermacam-macam pilihan yang telah
ditetapkan untuk dikerjakan. Misalnya denda dalam sumpah, boleh memilih antara
memberi makan atau memberi pakaian kepada 10 orang miskin
–
Wajib mutlaq, yaitu suatu kewajiban
yang tidak ditentukan waktu pelaksanaannya, seperti membayar denda sumpah
–
Wajib aqli nazari, yaitu kewajiban
mempercayai suatu kebenaran dengan memahami dalil-dalilnya atau dengan
penelitian yang mendalam. Misalnya meyakini eksistensi Allah SWT
–
Wajib aqli daruri, yaitu kewajiban
mempercayai kebenaran dengan sendirinya tanpa dibutuhkan dalil-dalil tertentu,
seperti orang makan menjadi kenyang.
2.
Sunnah,
yaitu
tuntutan untuk melakuan suatu perbuatan yang tidak pasti, jika perbuatan itu dilakukan
ia akan mendapat pahala dan jika ditinggalka tidak berdosa. Seperti membaca
Al-Qur’an puasa Senin-Kamis, I’tikaf, sedekah, dll.
Hukum
sunnah terbagi kedalam beberapa bagian sebagai berikut:
–
Sunnah muakad, adalah sunnah yang
sangat dianjurkan. Umpamanya mengerjakan shalat tarawih dan shalat idain (dua
hari raya)
–
Sunnah ghairu muakad, adalah sunnah
biasa. Umpamanya memberi salam kepada orang lain, berpuasa Senin-Kamis, shalat
rawatib, dll
– Sunnah halat, adalah perbuatan-perbuatan/ucapan
dalam gerakan shalat, seperti mengangkat tangan, ketika takbir mengucapkan
Allahu Akbar, ketika hendak ruku, sujud, dan bacaan i’tidal
–
Sunnah ab’adh, adalah
perbuatan-perbuatan dalam shalat yang harus dikerjakan dan jika terlupa maka
harus melakukan sujud sahwi, seperti membaca tasyahud awal, dll
3.
Haram,
yaitu
tuntutan untuk meninggalkan suatu perbuatan karena sudah pasti hukumnya haram.
Jika dikerjakan berdosa dan jika mencegahnya (tidak melakukan) berpahala.
Umpamanya larangan mendekati zina, mencuri, merampok, menipu, dll.
Dalam
Al-Qur’an Surah Al-Isra’ayat 32.
وَلاَ تَقْرَبُوا الزِّنى اِنَّهُ
كاَنَ فَاحِشَةً، وَسَآءَ سَبِيْلاً.
Artinya: “Dan janganlah kamu mendekati zina, zina itu sunguh
suatu perbuatan keji, dan suatu jalan yang buruk.”
4.
Makruh,
yaitu
tuntutan untuk meninggalkan suatu perbuatan yang tidak pasti. Makruh menurut
bahasa artinya perbuatan yang tidak disukai/dibenci. Menurut istilah dari ahli
ushul fiqih adalah sesuatu perbuatan jika ditinggalkan mendapat pahala, tetapi
jika dikerjakan tidak berdosa. Seperti merokok, memakan makanan yang baunya
tidak sedap seperti petai, jengkol, dll.
5.
Mubah,
yaitu
perbuatan yang tidak dituntut untuk dikerjakan dan tidak pula dituntut untuk
meninggalkannya, seperti makan, minum, memegang meja atau apa saja perbuatan
yang biasa dilakukan dalam kehidupan sehari-hari.
KESIMPULAN
Dari pembahasan
tentang Hukum Islam, dapat disimpulkan bahwa Hukum Islam adalah ketetapan yang telah
ditentukan oleh Allah SWT berupa aturan dan larangan bagi umat muslim. Dengan
tujuan untuk memenuhi kepentingan, kebahagiaan, kesejahteraan, dan keselamatan
hidup manusia di dunia ini dan di akhirat dengan mengambil segala manfaat dan
mencegah mudarat atau keburukan yang tidak berguna bagi kehidupan.
Dalam menentukan hukum, Islam sangatlah sistematis yang
pertama dalam menentukan hukum Islam menggunakan Al-Quran terlebih dahulu. Al-Qur’an sebagai sumber hukum Islam
pertama dalam
menetapkan hukum tidak memberatkan, meminimalisir beban dan berangsur-angsur dalam menetapkan
hukum. Kemudian Al-Hadits sebagai sumber hukum Islam kedua dan utama
yang memperkuat hukum yang telah ditetapkan Al-Qur’an baik berupa perkataan dan perbuatan
Rasul yang dijadikan sebagai dalil hukum
syari’at. Serta tuntutan Allah yang dikemas oleh para ahli fiqih yang berkaitan
dengan perintah untuk melakuan suatu perbuatan atau meninggalkannya. Ada lima
macam, yaitu wajib, sunnah, haram, makruh, dan mubah.
DAFTAR PUSTAKA
Tuanaya, Husein, Modul
Fiqih Kelas XI Madrasah Aliyah Semester Ganjil, Sragen: Akik Pusaka, 2008.
Siti Aisyah, Onas, Modul Fiqih Kelas XII Madrasah Aliyah
Semester Ganjil, Depok: CV. Arya Duta, 2008.
Muhammad, Syaikh, Ringksan
Fiqih Islam, Jakarta: Islamhouse, 2009.
Margiono, Pendidikan Agama Islam SMK Kelas X, Yudhistira.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar